Dolar AS Naik Tipis Dari Level Tertinggi Dua Dekade Dalam Seminggu Sejauh Ini

Dolar AS naik tipis dari level tertinggi dua dekade dalam seminggu sejauh ini dan menjaga kerugian kecil di awal perdagangan Asia. Imbal hasil obligasi AS, di sisi lain, telah mundur sedikit saat trader menghitung bahwa kenaikan suku bunga jangka pendek yang agresif dari Federal Reserve AS akan berdampak pada pertumbuhan jangka panjang ekonomi AS.

Dolar Amerika Serikat beranjak naik pada Selasa pagi di Asia saat melanjutkan perjuangannya untuk meraih pijakan dari penurunan. Yuan China mencapai titik dasar dari penurunan yang terjadi baru-baru ini, dengan investor mengurangi ekspektasi pada kenaikan suku bunga AS yang mengarah pada keuntungan lanjutan untuk mata uang AS.

Pasangan USD/JPY naik tipis 0,13% ke 129,33. Di Indonesia, rupiah bergerak melemah 0,33% di 14.657,6 per dolar AS sampai.

Indeks Dollar AS yang mengukur greenback terhadap sejumlah mata uang lainnya naik tipis 0,02% di 104,05. Indeks berada sekitar 0,8% di bawah level puncak 20 tahun akhir pekan di 105,102.

Pasangan AUD/USD menguat 0,39% di 0,6997 dan NZD/USD naik 0,26% menjadi 0,6325.

Pasangan USD/CNY turun 0,23% menjadi 6,7710 sedangkan GBP/USD naik tipis 0,13% di 1,2335.

Di seberang Atlantik, euro sempat naik sekitar 0,1% terhadap dolar menjadi $1,0446, dan pound melonjak sekitar 1,5% dari terendah dua tahun. Yen bertahan di atas level terendah dua dekade, sementara dolar Australia dan Selandia Baru yang lebih berisiko naik tipis sekitar 0,1% dan menjauh dari posisi terendah multi tahun.

Yuan China stabil di 6,7953 per dolar dalam perdagangan luar negeri dan tampak seperti menemukan basis-nya setelah jatuh lebih dari 6% dalam sebulan. Shanghai dilaporkan mencapai catatan sejarah dari tiga hari tanpa transmisi dalam komunitas dan kota itu dapat mulai mengurangi lockdown yang melelahkan. Ini dapat membantu mengimbangi data ekonomi yang mengecewakan pada awal pekan.

Tanda-tanda banyak dukungan kebijakan juga muncul, usai China memangkas suku bunga hipotek untuk pembeli rumah pertama selama akhir pekan. Pihak otoritas juga meminta beberapa pengembang properti yang sehat secara finansial untuk menjual obligasi, sumber mengatakan kepada Reuters, awal pekan.

Bank sentral di Inggris dan Australia juga telah menaikkan suku bunga. Reserve Bank of Australia juga merilis risalah dari pertemuan kebijakan terbaru sebelumnya, dengan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-7 akan bertemu sehari kemudian.

Ekspektasi suku bunga global juga menjadi lebih hawkish, di mana kesenjangan antara imbal hasil riil Jerman dan AS tenor 10 tahun menyusut lebih dari 30 basis poin pada Mei 2022 hingga saat ini. 

Investor sekarang menunggu pidato dari Ketua Fed Jerome Powell dan para pengambil kebijakan Fed lainnya di kemudian hari, dengan Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker berbicara sehari kemudian.

Indeks Dolar AS Kembali Menyentuh Rekor Tertingginya Sejak 20 Tahun

Kurs rupiah bergerak stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di sesi awal perdagangan hari ini, akhir pekan. Namun kemudian rupiah terkoreksi hingga pertengahan hari ini.

Indeks dolar AS kembali menyentuh rekor tertingginya sejak 20 tahun dan kembali menekan Mata Uang Garuda.

Data ekonomi yang terbilang kurang baik dari dalam negeri, tentunya dapat membebani performa rupiah, ditambah lagi indeks dolar AS yang memang sedang kuat-kuatnya, sehingga menambah hambatan untuk membuat rupiah menguat hari ini.

Melansir data dari Refinitiv, Mata Uang Tanah Air di sesi awal perdagangan bergerak stagnan di Rp 14.595/US$. Kemudian, rupiah kembali terkoreksi sebanyak 0,14% ke Rp 14.616/US$.

Tidak heran, rupiah pun tertekan hingga menyentuh level terendahnya sejak November 2020.

Indeks dolar AS kembali mencetak rekor pada Kamis dan berakhir di level 104,85 yang menjadi level tertinggi sejak Desember 2002. Di sepanjang pekan ini, indeks dolar AS telah menguat 1% terhadap 6 mata uang dunia. 

Baru-baru ini rupiah terpuruk karena bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada Kamis dini hari waktu Indonesia, serta berencana akan mengurangi nilai neracanya. 

Dia juga menilai bahwa pertempuran The Fed untuk mengendalikan inflasi akan tetap menyebabkan rasa sakit di pasar karena dampak dari suku bunga acuan yang lebih tinggi. Hal tersebut, sontak saja membuat indeks dolar AS pun menguat dan kembali mencetak rekor terbarunya kemarin.

Tidak hanya itu, kemarin, Ketua The Fed Jerome Powell kembali memberikan pernyataan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga setengah poin persentase atau 50 basis poin pada masing-masing dari dua pertemuan berikutnya dan berjanji bahwa The Fed siap untuk menaikkan lebih banyak lagi jika data berubah ke arah yang salah.

Sementara itu, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) hari ini telah mengumumkan cadangan devisa April 2022 yang turun US$ 3,4 miliar jika dibandingkan dengan periode Maret 2022 dan berakhir di US$ 135,7 miliar.

Rupiah Kurang Beruntung; Inflasi AS Masih Tinggi

Kurs rupiah sempat menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di sesi awal perdagangan hari ini, Kamis. Namun, berbalik arah ke zona negatif hingga pertengahan hari.

Kemarin, telah dirilis Indeks Harga Konsumen (IHK) AS bulan April yang berada di 8,3%, turun dari 8,5% di bulan Maret, tapi tetap melampaui perkiraan para analis di 8,1%.

Melansir data dari Refinitiv, Mata Uang Tanah Air di sesi awal perdagangan menguat 0,21% ke Rp 14.525/US$. Kemudian, rupiah berbalik arah menjadi terkoreksi sebanyak 0,17% ke Rp 14.580/US$. 

Indeks dolar AS yang mengukur greenbackterhadap 6 mata uang utama, menguat sekitar 0,1% ke level 103,948, masih mendekati rekor tertingginya sejak dua dasawarsa pada awal pekan di level 104,49.

Menurut alat FedWatch CME, pasar sepenuhnya memprediksikan setidaknya kenaikan pada suku bunga acuan sebesar setengah poin persentase atau 50 basis poin pada pertemuan Fed periode 15 Juni dan 27 Juli.

Data menunjukkan inflasi mungkin telah mencapai puncaknya, tapi tidak mungkin untuk mendinginkannya dengan cepat. IHK yang moderat karena berada dekat dengan rekor tertingginya sejak 40 tahun, tetap menjaga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di jalur untuk memperketat kebijakan moneternya secara agresif.

Data IHK bulan Mei akan dirilis lima hari sebelum pertemuan Fed bulan Juni dan potensi kenaikan 75 basis poin akan tetap memungkinkan.

Namun, secara year-to-date, performa rupiah dapat terbilang ciamik. Rupiah berhasil juara kedua di Asia, di mana pelemahan rupiah terhadap dolar AS lebih sedikit dibandingkan dengan mata uang di Asia. Mata Uang Garuda hanya kalah dengan dolar Hong Kong yang terkoreksi terhadap si greenback hanya 0,7%. Sementara, rupiah melemah 2,1%.

Potensi keagresifan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan dan memangkas neracanya, membuat likuiditas di perekonomian AS akan terserap lebih banyak. Terserapnya likuiditas berarti jumlah dolar AS yang beredar menjadi berkurang, alhasil nilainya pun terus menanjak. Tidah heran, jika rupiah pun tertekan.

Pada pasar Non-Deliverable Forward (NDF), indikasi pelemahan rupiah akan tetap bertahan hari ini, ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.

Indeks Dolar AS Kembali Menyentuh Rekor Tertingginya Sejak 20 Tahun

Kurs rupiah bergerak stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di sesi awal perdagangan hari ini, akhir pekan. Namun kemudian rupiah terkoreksi hingga pertengahan hari ini.

Indeks dolar AS kembali menyentuh rekor tertingginya sejak 20 tahun dan kembali menekan Mata Uang Garuda.

Melansir data dari Refinitiv, Mata Uang Tanah Air di sesi awal perdagangan bergerak stagnan di Rp 14.595/US$. Kemudian, rupiah kembali terkoreksi sebanyak 0,14% ke Rp 14.616/US$. 

Indeks dolar AS kembali mencetak rekor pada Kamis dan berakhir di level 104,85 yang menjadi level tertinggi sejak Desember 2002. Di sepanjang pekan ini, indeks dolar AS telah menguat 1% terhadap 6 mata uang dunia. 

Tidak heran, rupiah pun tertekan hingga menyentuh level terendahnya sejak November 2020.

Sementara itu, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) hari ini telah mengumumkan cadangan devisa April 2022 yang turun US$ 3,4 miliar jika dibandingkan dengan periode Maret 2022 dan berakhir di US$ 135,7 miliar.

Baru-baru ini rupiah terpuruk karena bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada Kamis dini hari waktu Indonesia, serta berencana akan mengurangi nilai neracanya. 

Tidak hanya itu, kemarin, Ketua The Fed Jerome Powell kembali memberikan pernyataan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga setengah poin persentase atau 50 basis poin pada masing-masing dari dua pertemuan berikutnya dan berjanji bahwa The Fed siap untuk menaikkan lebih banyak lagi jika data berubah ke arah yang salah.

Dia juga menilai bahwa pertempuran The Fed untuk mengendalikan inflasi akan tetap menyebabkan rasa sakit di pasar karena dampak dari suku bunga acuan yang lebih tinggi. Hal tersebut, sontak saja membuat indeks dolar AS pun menguat dan kembali mencetak rekor terbarunya kemarin.

Data ekonomi yang terbilang kurang baik dari dalam negeri, tentunya dapat membebani performa rupiah, ditambah lagi indeks dolar AS yang memang sedang kuat-kuatnya, sehingga menambah hambatan untuk membuat rupiah menguat hari ini.

Indeks Dollar AS Mencapai Level Tertinggi Baru 20 Tahun Pada Akhir Perdagangan Awal Pekan

Indeks dollar AS mencapai level tertinggi baru 20 tahun pada akhir perdagangan awal pekan. Dolar menguat karena sentimen penghindaran risiko yang sebagian berasal dari kekhawatiran atas kemampuan Federal Reserve untuk memerangi inflasi yang tinggi mendorong daya tarik safe-haven greenback.

Pada awal pekan ini Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bank sentral AS mungkin tidak mendapatkan banyak bantuan dari pelonggaran rantai pasokan seperti yang diharapkan dalam membantu mendinginkan inflasi.

Dolar telah meningkat selama lima minggu berturut-turut karena imbal hasil obligasi pemerintah AS telah naik di tengah ekspektasi The Fed akan agresif dalam mencoba menekan inflasi.

Juga berkontribusi pada nada defensif adalah perang yang sedang berlangsung di Ukraina dan kekhawatiran tentang meningkatnya kasus COVID-19 di China.

Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan dia sudah melihat tanda-tanda memuncaknya tekanan pasokan dan itu akan memberi ruang bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga setengah poin%tase untuk dua hingga tiga pertemuan kebijakan berikutnya, tetapi tidak ada yang lebih besar.

The Fed pekan lalu menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin karena upaya untuk menurunkan inflasi tanpa memiringkan ekonomi ke dalam resesi, sementara laporan pekerjaan yang solid pada akhir pekan kemarin memperkuat ekspektasi untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut. Investor akan melihat lebih banyak pembacaan inflasi akhir pekan ini dalam bentuk indeks harga konsumen dan harga produsen.

Indeks dolar turun 0,135% pada 103,630 setelah menyentuh 104,19, level tertinggi sejak Desember 2002, dengan euro naik 0,15% menjadi 1,0567 dolar.

Imbal hasil pada sebagian besar obligasi pemerintah AS memangkas kenaikan awal untuk diperdagangkan lebih rendah pada awal pekan ini karena pemburu harga murah masuk setelah imbal hasil obligasi 10-tahun mencapai tertinggi baru 3,5 tahun di 3,203% akibat kekhawatiran inflasi terus mengguncang pasar.

Di pasar mata uang kripto, bitcoin terakhir jatuh 14,93% menjadi 30.679,52 dolar AS setelah turun menjadi 30.321 dolar AS, terendah sejak 21 Juli 2021. Sementara itu, ethereum terakhir turun 16,21% menjadi 2.266,33 dolar AS.

Pasar sepenuhnya memperkirakan kenaikan suku bunga setidaknya 50 basis poin oleh Fed pada pertemuan Juni, menurut Alat FedWatch CME Group.

Yen Jepang menguat 0,24% versus greenback di 130,28 per dolar, sementara sterling terakhir diperdagangkan di 1,2343 dolar, naik 0,05% hari ini.

Dollar Pada Akhirnya Kembali Menguat Saat Emas Berbalik Arah

Harga emas di pasar spot turun 0,5 persen menjadi USD1.844,97 per ounce, setelah naik sebanyaknya 0,6 persen di awal sesi.

Sedangkan emas berjangka Amerika Serikat ditutup merosot 1 persen menjadi USD1.841,00 per ounce.

Harga emas dunia berbalik arah dan jatuh pada perdagangan hari Selasa, karena dolar kembali menguat.

Sementara investor mengalihkan perhatian mereka ke data inflasi Amerika untuk isyarat pada strategi kebijakan moneter Federal Reserve.

Indeks Dolar (Indeks DXY) naik 0,2 persen, bertahan di dekat level tertinggi 20 tahun pada sesi sebelumnya. Sementara itu, imbal hasil US Treasury 10-tahun mundur dari puncak hampir empat tahun.

Sementara itu harga logam lainnya perak di pasar spot merosot 1,2 persen menjadi USD21,53 per ounce, platinum melonjak 1,5 persen menjadi USD970,02 dan paladium melorot 1 persen menjadi USD2.077,17. 

Investor menunggu data indeks harga konsumen (IHK) Amerika yang akan dirilis Rabu untuk mengukur kemungkinan dampaknya terhadap rencana kenaikan suku bunga The Fed.

Emas menunjukkan tanda-tanda kemungkinan stabil, tetapi investor masih gugup menjelang data inflasi tentang seberapa agresif The Fed

Tujuan The Fed untuk menurunkan inflasi tanpa menggelincirkan ekonomi adalah tantangan, tetapi dapat dilakukan di tengah meningkatnya ketidakpastian yang disebabkan oleh perang di Ukraina dan pandemi Covid-19

Indeks Dolar AS Yang Mengukur Peredaran Greenback Terhadap Enam Mata Uang Utama Yang Melejit.

Nilai mata uang rupiah hari ini bergerak merosot atas dolar Amerika Serikat pada perdagangan di pasar spot pada awal pekan.

Dolar Taiwan menurun -0,30% di 29,755, Baht Thailand jatuh -0,29% di 34,432, Dolar Singapura koreksi -0,32% di 1,3899, dan Yuan China merosot -0,51% di 6,7004. Adapun Yen Jepang terpuruk -0,25% di 130,88, Dolar Australia koreksi -0,83% di 0,7019, sementara Peso Filipina terpuruk -0,38% di 52,611.

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda turun -38 poin atau -0,26% di Rp14.518 per 1 dolar Amerika Serikat.

Indeks dolar AS yang mengukur peredaran greenback terhadap enam mata uang utama melejit 0,26% di 103,96.

Pasar uang di kawasan Asia Pasifik kompak tumbang atas dolar AS. Dolar Hong Kong turun -0,01% di 7,8499, Won Korea Selatan merosot -0,26% di 1.274,48, dan Ringgit Malaysia anjlok -0,22% di 4,3776.

Diketahui, ini merupakan kenaikan indeks dolar dalam minggu kelima berturut-turut dan menyentuh level tertinggi hampir 20 tahun setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga acuannya 50 basis poin serta rilis data pekerjaan AS yang positif.

Dolar memulai pekan pasca-libur lebaran dengan pijakan yang kuat, ditopang oleh sentimen suku bunga Federal Reserve dan yield treasuri AS yang meningkat tajam. Alhasil, koreksi cukup masif terjadi di aset berisiko seperti saham.

Pasar menantikan data inflasi AS yang akan dirilis pada hari Rabu depan, yang dapat memicu ekspektasi yang lebih agresif.

Untuk Pertama Kalinya Dolar AS Sentuh Level Tertinggi Sejak Desember 2002

Dolar AS mencapai level tertinggi dalam 20 tahun terakhir terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya di akhir perdagangan akhir pekan. Aksi jual saham mendorong permintaan untuk mata uang safe-haven.

Saham-saham banyak yang melemah pada perdagangan Kamis, karena investor khawatir The Fed mengambil tindakan yang lebih drastis untuk mengendalikan inflasi.

Indeks dolar mencapai 103,96, tertinggi sejak Desember 2002, sebelum jatuh kembali ke 103,73, naik 1,16% hari ini.

Sedangkan greenback sebenarnya turun pada Rabu, setelah Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bahwa pembuat kebijakan tidak secara aktif mempertimbangkan kenaikan 75 basis poin di masa depan. Itu terjadi setelah bank sentral AS menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, seperti yang diperkirakan secara luas.

Sementara itu, mata uang Inggris terakhir merosot 2,25% pada 1,2352 dolar.

Sterling jatuh ke level terendah sejak Juni 2020 setelah bank sentral Inggris (BoE) menaikkan suku bunga ke level tertinggi sejak 2009 tetapi memperingatkan bahwa ekonomi berisiko resesi.

Euro juga melemah setelah data Jerman menunjukkan bahwa pesanan industri pada Maret mengalami penurunan bulanan terbesar sejak Oktober lalu.

Indeks Dolar AS Jatuh Dari Level Tertinggi Lima Tahun dan Turun 0,9%

Dolar mempertahankan penurunan tertajamnya dalam lebih dari sebulan di sesi Asia pada Kamis pagi, setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin, tetapi kehilangan antusias pada gagasan untuk kenaikan yang lebih besar dapat terjadi ke depan.

Euro naik hampir 1,0 persen dan terakhir dibeli 1,0606 dolar. Yen berjuang kembali ke sisi yang lebih kuat di 130 per dolar untuk pertama kalinya dalam seminggu, terakhir diperdagangkan di 129,26.

Indeks dolar AS jatuh dari level tertinggi lima tahun dan turun 0,9 persen semalam menjadi 102,452. Mata uang antipodean melonjak, terutama dolar Aussie, yang menikmati persentase kenaikan satu hari terbesar dalam lebih dari satu dekade karena investor memutar kembali taruhan pada Fed tetap di depan bank sentral Australia.

Kenaikan Fed adalah yang terbesar sejak tahun 2000 karena pembuat kebijakan segera mencoba untuk menekan inflasi. Tetapi pada konferensi pers setelah itu Ketua Jerome Powell mengatakan anggota Fed tidak secara aktif mempertimbangkan pergerakan 75 basis poin di masa depan.

Sterling naik lebih dari 1,0 persen menjadi 1,2606 dolar dan pasar swap sepenuhnya memperkirakan kenaikan 25 basis poin dari bank sentral Inggris pada Kamis waktu setempat.

Dana Fed berjangka menguat untuk mengambil beberapa keunggulan dari pandangan agresif pasar terhadap suku bunga AS, meskipun kenaikan 200 basis poin lebih lanjut tetap diperhitungkan untuk sisa tahun ini.

Aussie berakhir di 0,7236 dolar AS, sedikit lebih rendah dari puncak semalam di 0,7265 dolar AS. Dolar Selandia Baru melonjak 1,7 persen, kenaikan satu hari terbesar dalam dua tahun, untuk duduk kembali di atas 0,65 dolar AS di 0,6537 dolar AS.Kerugian dolar memberi dukungan pada uang kripto juga. Bitcoin mengalami hari terbaiknya dalam lebih dari lima minggu, naik 5,0 persen menjadi sedikit di bawah 40.000 dolar AS.Perdagangan menipis di sesi Asia oleh hari libur umum di Jepang.

Lompatan 2,2 persen dolar Aussie adalah yang terbesar sejak akhir 2011 dan mengikuti perubahan hawkish yang mengejutkan dari bank sentral Australia, yang memulai siklus kenaikan suku bunga dengan kenaikan 25 basis poin yang lebih besar dari perkiraan pada Selasa.

Dolar AS Anjlok Terhadap Sekeranjang Mata Uang

Indeks dolar mencapai level tertinggi 20 tahun pekan lalu di tengah ekspektasi bank sentral AS akan lebih agresif daripada rekan-rekan dalam kebijakan pengetatan, dengan inflasi berjalan pada laju tercepat dalam 40 tahun.

Dolar AS tergelincir terhadap sekeranjang mata uang pada hari Selasa, karena investor mengevaluasi berapa banyak langkah Federal Reserve yang diharapkan untuk menaikkan suku minggu ini dan seterusnya sudah diperhitungkan.

The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin dan mengumumkan rencana untuk mengurangi neraca $9 triliun ketika mengakhiri pertemuan dua hari pada hari Rabu.

Tetapi investor juga mempertanyakan apakah sebagian besar sikap hawkish The Fed sudah diperhitungkan dan kenaikan dolar mungkin akan dihentikan.

Komentar Ketua Fed Jerome Powell pada akhir pertemuan akan diteliti untuk setiap indikasi baru tentang apakah bank sentral akan terus menaikkan suku bunga untuk melawan kenaikan tekanan harga bahkan jika ekonomi melemah.

Pedagang berjangka dana Fed mengharapkan suku bunga acuan Fed naik menjadi 2,89% pada akhir tahun, dari 0,33% sekarang.

Data pada hari Selasa menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan AS meningkat ke rekor tertinggi pada bulan Maret karena kekurangan pekerja terus berlanjut, menunjukkan bahwa pengusaha dapat terus menaikkan upah dan membantu menjaga inflasi tetap tinggi.

Indeks dolar terakhir berada di 103,45, turun 0,12% hari ini, setelah mencapai 103,93 pada Kamis, tertinggi sejak Desember 2002.

Dolar Aussie melonjak setelah Reserve Bank of Australia menaikkan suku bunganya secara mengejutkan besar 25 basis poin menjadi 0,35%, kenaikan pertama dalam lebih dari satu dekade, dan menandai lebih banyak lagi yang akan datang karena menarik tirai stimulus pandemi besar-besaran.

Rilis ekonomi utama AS minggu ini akan menjadi laporan pekerjaan pemerintah untuk April yang dirilis pada hari Jumat.

Aussie terakhir naik 0,60% pada $0,7095.

Perdana Menteri Italia Mario Draghi pada hari Selasa meminta Uni Eropa untuk bertindak atas lonjakan biaya energi, dengan mengatakan “solusi struktural” diperlukan.

Euro naik menjadi $ 1,0527, naik 0,16%, setelah jatuh ke $ 1,0472 pada hari Kamis, terendah sejak Januari 2017.

Kekhawatiran tentang inflasi, pertumbuhan dan ketidakamanan energi sebagai akibat sanksi yang dikenakan pada Rusia setelah invasi ke Ukraina telah mengirim euro 14% lebih rendah terhadap dolar dalam tiga bulan terakhir.

Dolar AS juga diuntungkan dari arus safe-haven karena pembatasan COVID-19 di China memicu kekhawatiran tentang pertumbuhan global dan gangguan rantai pasokan baru.

Sementara itu Bank Sentral Eropa mungkin perlu menaikkan suku bunga segera pada Juli untuk menghentikan inflasi yang tinggi agar tidak mengakar, anggota dewan ECB Isabel Schnabel mengatakan kepada surat kabar Jerman Handelsblatt pada hari Selasa.

Yen Jepang bertahan tepat di atas posisi terendah 20 tahun terhadap dolar yang dicapai pada hari Kamis, ketika Bank of Japan memperkuat komitmennya untuk mempertahankan suku bunga sangat rendah dengan berjanji untuk membeli obligasi dalam jumlah tak terbatas setiap hari untuk mempertahankan target imbal hasil.

Beberapa dari 25 juta orang Shanghai berhasil keluar pada hari Selasa untuk jalan-jalan pendek dan berbelanja setelah bertahan lebih dari sebulan di bawah penguncian COVID-19, sementara ibu kota China, Beijing, fokus pada tes massal dan mengatakan akan membuat sekolah tutup.

Mata uang Jepang terakhir di 130,19 setelah mencapai 131,24 pada hari Kamis, terlemah sejak April 2002.